Selisih paham dua kelompok nelayan di Pantai Kuta memasuki babak baru, dua kelompok nelayan yang berada di selatan yakni pantai Sekeh kembali dipertemukan setelah beberapa kali gagal di mediasi.
Pertemuan ini atas inisiatif Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti, pada hari senin 5 Mei 2025 bertempat di Jln. Blambangan Kantor Camat Kuta.
Dalam pertemuan ini hadir 2 Kelompok Nelayan, Made Sada Ketua Komisi 2 DPRD Badung, Graha Wicaksana Ketua Komisi IV DPRD Badung, OPD Kabupaten Badung yakni dari Dinas Perikanan, Dinas BPKAD, Kadis Kebudayaan, Camat Kuta, Lurah Kuta, Kepala Lingkungan Segara dan Kelian Banjar Segara.
Sebelumnya 2 kelompok yang berasal dari banjar yang sama berseteru, dengan memiliki masing – masing argumen terkait keberadaan mereka saat ini.
Kelompok Nelayan Mina Segara yang menyatakan dirinya terbentuk lebih awal dan sah secara dinas (pemerintah), dan Kelompok Nelayan Samudra IV yang menyatakan dirinya terbentuk oleh keputusan parum banjar dan sah secara adat.
Pertemuan diawali dengan penjelasan masing – masing kelompok, mereka menjelaskan keberadaan mereka terkait awal pendirian kelompok nelayan saat ini.
Kelompok nelayan Mina Segara merupakan kelompok nelayan yang sebelumnya sudah ada dan memiliki SK dari pemerintahan Kabupaten Badung, dan kelompok Samudra Jaya IV merupakan kelompok nelayan yang baru terbentuk melalui paruman Banjar Segara dan telah di setujui oleh Jro Bendesa Adat Kuta.
Dilanjutkan dengan penjelasan dari Dinas Perikanan Kabupaten Badung terkait syarat pendirian kelompok nelayan dan merunut kronologi beberapa mediasi 2 kelompok nelayan yang sebelumnya gagal, mediasi yang beberapa gagal inipun juga menjadi aduan Kepala Lingkungan Segara dan Jro Bendesa Adat Kuta saat pertemuan berlangsung.
Dari Dinas BPKAD pun angkat bicara terkait kekayaan alam yang dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat sesuai Pasal 33 ayat 3, dan penjelasan aset pemerintah yang berada di Pantai Sekeh wilayah bagian dari 2 kelompok nelayan itu berada saat ini, termasuk apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh kelompok nelayan yang ada.
Lebih lanjut Kadis Kebudayaan menjelaskan kelompok nelayan didirikan atas kearifan lokal merujuk pada salah satu peraturan yang menjelaskan bahwa, anggota kelompok nelayan yang dikenal di Bali dengan sebutan menega mengacu pada keberadaan Pura Segara yang ada dan merupakan warga masyarakat lokal pengempon Pura Segara daerah kelompok nelayan itu sendiri.
Lurah Kuta dalam kesempatan ini juga menjelaskan terkait keberadaan Kelompok Nelayan Mina Segara yang masa tugas sesuai SK yang terbit sebelumnya per Tgl. 3/2/2025 telah tidak aktif lagi, jadi bisa dikatakan saat ini berstatus demisioner.
Berbekal dari seluruh penjelasan yang dirangkum jadi satu, Ketua DPRD Badung I Gst. Anom Gumanti menegaskan kembali bahwa kelompok nelayan untuk melebur dan menjadi satu mengingat luasan pantai yang idealnya menampung 1 kelompok nelayan
“Saya ingin kedua kelompok nelayan yang ada ini melebur dan menjadi satu, berdasarkan luas pantai Sekeh idealnya ada 1 kelompok nelayan sesuai tupoksi yang akan di jalankan kedepannya” ujar politisi dari Dapil Kuta ini.
Mediasi berlangsung sangat alot, dimana kedua kelompok nelayan menyatakan dirinya sama – sama berhak menempati pantai Sekeh.
Dengan tegas, Anom Gumanti kembali menyatakan bahwa 2 kelompok nelayan harus melebur diri menjadi satu jika tidak maka kedepannya kedua kelompok nelayan harus menanggung konsekuensi tidak akan diberikan legalitas jika terus berkonflik seperti saat ini.
“Kembali saya tegaskan, bahwa semeton kelompok nelayan ini harus menjadi satu. Jika tidak, satupun tidak akan mendapat rekomendasi untuk mendapat legalitas sebagai kelompok nelayan. Dan kelompok nelayan ini bisa dianggap menjalankan aktivitas ilegal di atas aset pemerintah” tegas Anom Gumanti.
Setelah penegasan kembali oleh Ketua DPRD ini, kedua kelompok nelayan akhirnya menyetujui peleburan diri menjadi satu dengan syarat Gst. Anom Gumanti yang langsung saat pertemuan melakukan penunjukan kepengurusan.
Setelah disahkan berakhirnya selisih paham kedua kelompok nelayan, penunjukan kepengurusan kelompok nelayan yang baru pun dilakukan oleh Ketua DPRD dengan dasar kepengurusan harus berimbang dan mengambil orang – orang dari 2 kelompok nelayan yang telah dilebur.
“Sah ya, selesai selisih paham ini dan kalian semua setuju untuk melebur menjadi satu?!” Tanya Anom Gumanti.
“Setuju!!” Saut semua audiens dari semua orang yang hadir saat pertemuan.
“Oke, saya lanjutkan sekarang ke penunjukan kepengurusan. Saya akan menunjuk kepengurusan yang didalamnya berisikan kedua belah pihak ini untuk menjaga kontrol arah dari kelompok nelayan nantinya dan menjaga transparansi baik terkait keputusan dan keuangan kelompok nantinya.”
Setelah pembentukan pengurus wadah kelompok nelayan yang baru, Gst. Anom Gumanti meminta seusai mediasi semua bersalaman sebagai tanda selisih paham yang sebelumnya ada sudah usai dan bentuk komitmen melebur bersatu bersama.
“Kabar gembira buat kita kedua belah pihak sampun mau bersatu, tiang minta jangan diucapkan saja sebentar bersalaman ga usah lagi mengungkit yang lama – lama. Nanti nike kita berjalan di rule yang baru, buat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang baru untuk bersama!” Tutup Anom Gumanti yang juga menutup mediasi.
More Stories
Gubernur Koster Soal Pagar GWK: Tidak Ada pilihan, Tembok Harus diBongkar!!
Temu Kader Posyandu Se-bali Tahun 2025
Wawali Arya Wibawa Terima Audiensi Bali Japan International College Jajaki Kerjasama Bidang Ketenagakerjaan